Do'a yang sama

Tahun baru di hari pertama. Masih kamu yang menjadi utama saat aku bangun pagi tadi. Ingat-ingat samar aku mengingat. Menelepon nomormu yang masa tenggang itu. telepon pagiku menjadi alarmmu. Kebiasaanku dulu yang masih belum aku lupa. Alih-alih, ada alarm baru yang menjaga tidur lelapmu.

Tahun baru bukan dengan orang yang baru. Masih dengan orang yang sama. Harapan yang sama. Do’a yang belum juga kuubah, masih terus berlanjut di setiap sujud ringkihku. Kala malam, hujan menyaksikan dengan jelas komat kamit doa yang kuucap, yang selalu kusebut. Kamu dengan usahamu membuka lembaran dengan orang yang baru. Aku dengan kepercayaan diri mempertahankan impian yang hampir tandus karena setengahnya berlari mengejar impian yang lain.

Sosok yang baik. Akan selalu baik di mata kehidupanku. Sosok yang bukanlah sosok biasa aja. Sederhana dan keapa adaannya selalu mampu menciptakan suatu hal yang istimewa. Selalu unik, caranya. Selalu menciptakan hal yang berbeda. Bahkan orang lain mungkin ngga akan paham dengan ceritaku dan dia. Hanya sekedar tahu. Karena ini cerita milik kami. Selebihnya, Tuhanlah yang tahu. Ada rencana indah, pikirku.

Mampu menenangkan, mampu juga memberi kesan dan pesan. Masih kusimpan buku-buku yang pernah kamu paketkan. Masih terpajang indah fotoku yang kamu berikan sebagai kado ulang tahunku 2 tahun lalu. Masih ada. Masih dan selalu masih sampai seterusnya.

Malam hari adalah keseharian kita. Malam hari adalah waktu kebersamaan yang selalu kita tunggu datangnya. Waktu yang terasa panjang. Waktu yang seakan-akan membuat kita merasa dekat, bahkan jarak aja merasa ngga mampu untuk nyerobot. Mungkin kenangannya hanya ada di dalam pikiran. Tidak lagi di gawai yang saat ini bukan lagi namaku yang tersemat. Ada nama lain yang mengambil alih peranku sekarang.

Selamat, ya. Turut senang melihatmu tertawa riang. Turut senang melihatmu senyum-senyum mendapat notifikasi dari yang orang yang bukan aku lagi. Setidaknya, kamu senang. Setidaknya kamu bisa mendekap orang-orang yang bukan hanya menjadi khayalan. Dan aku masih tenang dengan do’a-do’a kecilku.

Rumah akan menjadi tempat pulang. Mau sejauh apapun perjalanannya, rumah akan menjadi tujuan akhirnya. Sekencang apapun berlari, pasti ada garis finishnya.

Do’a masih bisa didekap, masih bisa kita bisikkan disetiap sujud. Selagi bisa, lakuin dan lanjutin.

Komentar

Postingan Populer