Do'a yang sama
Tahun baru di hari
pertama. Masih kamu yang menjadi utama saat aku bangun pagi tadi. Ingat-ingat
samar aku mengingat. Menelepon nomormu yang masa tenggang itu. telepon pagiku
menjadi alarmmu. Kebiasaanku dulu yang masih belum aku lupa. Alih-alih, ada alarm
baru yang menjaga tidur lelapmu.
Tahun baru bukan
dengan orang yang baru. Masih dengan orang yang sama. Harapan yang sama. Do’a
yang belum juga kuubah, masih terus berlanjut di setiap sujud ringkihku. Kala malam,
hujan menyaksikan dengan jelas komat kamit doa yang kuucap, yang selalu
kusebut. Kamu dengan usahamu membuka lembaran dengan orang yang baru. Aku dengan
kepercayaan diri mempertahankan impian yang hampir tandus karena setengahnya
berlari mengejar impian yang lain.
Sosok yang baik. Akan
selalu baik di mata kehidupanku. Sosok yang bukanlah sosok biasa aja. Sederhana
dan keapa adaannya selalu mampu menciptakan suatu hal yang istimewa. Selalu unik,
caranya. Selalu menciptakan hal yang berbeda. Bahkan orang lain mungkin ngga
akan paham dengan ceritaku dan dia. Hanya sekedar tahu. Karena ini cerita milik
kami. Selebihnya, Tuhanlah yang tahu. Ada rencana indah, pikirku.
☎☎
Mampu menenangkan,
mampu juga memberi kesan dan pesan. Masih kusimpan buku-buku yang pernah kamu
paketkan. Masih terpajang indah fotoku yang kamu berikan sebagai kado ulang
tahunku 2 tahun lalu. Masih ada. Masih dan selalu masih sampai seterusnya.
Malam hari adalah
keseharian kita. Malam hari adalah waktu kebersamaan yang selalu kita tunggu
datangnya. Waktu yang terasa panjang. Waktu yang seakan-akan membuat kita
merasa dekat, bahkan jarak aja merasa ngga mampu untuk nyerobot. Mungkin kenangannya
hanya ada di dalam pikiran. Tidak lagi di gawai yang saat ini bukan lagi
namaku yang tersemat. Ada nama lain yang mengambil alih peranku sekarang.
Selamat, ya. Turut senang
melihatmu tertawa riang. Turut senang melihatmu senyum-senyum mendapat
notifikasi dari yang orang yang bukan aku lagi. Setidaknya, kamu senang. Setidaknya
kamu bisa mendekap orang-orang yang bukan hanya menjadi khayalan. Dan aku masih
tenang dengan do’a-do’a kecilku.
Rumah akan menjadi
tempat pulang. Mau sejauh apapun perjalanannya, rumah akan menjadi tujuan
akhirnya. Sekencang apapun berlari, pasti ada garis finishnya.
Do’a masih bisa didekap, masih bisa kita bisikkan disetiap sujud. Selagi bisa, lakuin dan lanjutin.
Komentar
Posting Komentar